66 research outputs found

    THE INFLUENCE OF SWIMMING LAYER AND SUB-SURFACE OCEANOGRAPHIC VARIABLES ON CATCH OF ALBACORE (Thunnus alalunga) IN EASTERN INDIAN OCEAN

    Get PDF
    The current study highlighted the relationship between the number of ALB catch, swimming layer and sub-surface oceanographic variables (temperature, dissolved oxygen, salinity, nitrate, phosphate and silicate) in Eastern Indian Ocean. This data used in this study were based on the Research Institute for Tuna Fisheries (RITF) observer program in Benoa from 2010-2013. This paper presents the information about vertical distribution of Albacore and its relations to sub surface oceanographic variables (SSOV). Results show that the optimum catch of albacore occurred at depth of 118 to 291 m with the average temperature between       12.41-20.47 °C, dissolved oxygen 3.24-4.68 ml/l , salinity 34.78-35.01 psu, nitrate 6.78-17.50 µ mol/l, phosphate 0.62-1.27 µ mol/l and  silicate 10.06-24.77 µ mol/l. The highest catches of albacore are mostly at depth of 156 m (hook number 2 and 11) with the average temperature 18.71°C, dissolved oxygen 4.68 ml/l, salinity 34.78 psu, nitrate 10.71 µ mol/l, phosphate 0.86 µ mol/l and silicate 15.95 µ mol/l. The highest influence of swimming layer and sub-surface oceanographic variable to the number of ALB catch contained at depth of 291 m of albacore swimming layer with coefficient correlation ( r ) 0.934 and determination coefficient ( R2) 0.872.  The lowest influence of  swimming layer and sub-surface oceanographic variable to the number of ALB catch  contained at depth of 156 m of albacore swimming layer with coefficient correlation ( r ) 0.528 and determination coefficient   ( R2) 0,279. The relationship between swimming layer and sub-surface oceanographic variable on catch of  ALB tuna was low (<0.500).

    Surface Thermal Front Persistence in Malacca Strait

    Get PDF
    The Malacca strait is an essential seaway for international sea traffic and a provider of biological and non-biological resources. This strait has dynamic conditions resulting from the interaction between the Indian Ocean in the north and the Pacific Ocean in the south. The characteristic of the thermal front is the strait dynamics that have not been studied comprehensively. This research aims to map and identify the spatial and temporal pattern of the thermal front in Malacca Strait. The data used are sea surface temperature of AquaMODIS level 3 satellite images and bathymetry data of Malacca Strait, Ocean Nino Index (ONI), and Dipole Mode Index (DMI). The sea surface temperature data were processed from 2010 to 2020 using the Single Edge Image Detection (SIED) method. This research denotes the thermal front phenomenon found with several variations in each season. The highest (lowest) number of thermal fronts was discovered in the east season (first transitional season). The total number of thermal fronts each year happened to be maximum in 2015 and minimum in 2019. Annual variability (ENSO and IOD) impacts the number of thermal front events, but the observation period has to be explicitly adjusted in the analysis needed. Persistent thermal fronts in the Malacca Strait occurred in 1-5 repetitions at the exact location. Thermal fronts are commonly found in the northern region of the strait and areas with significant depth changes.Keywords: Malacca Strait; sea surface temperature; thermal front.AbstrakSelat Malaka terkenal sebagai perairan penting dalam lalu lintas laut internasional serta penyedia sumber daya hayati dan non hayati. Perairan ini juga memiliki kondisi yang dinamis sebagai hasil interaksi antara Samudera Hindia di bagian utara serta Samudera Pasifik di bagian selatan selat. Dinamika perairan yang belum dikaji secara komprehensif di perairan ini adalah karakteristik thermal front. Sehingga tujuan dari penelitian ini adalah memetakan secara spasial dan temporal kejadian thermal front di perairan Selat Malaka serta menganalisis karakteristik dari thermal front yang dipetakan tersebut. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data suhu permukaan laut citra satelit AquaMODIS level 3, data batimetri Selat Malaka, serta data Ocean Nino Index (ONI) dan Dipole Mode Index (DMI). Metode Single Edge Image Detection (SIED) digunakan untuk mengolah data suhu permukaan laut pada periode pengamatan tahun 2010 hingga 2020. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa di perairan Selat Malaka dapat ditemukan thermal front dengan jumlah variatif setiap musim. Jumlah thermal front tertinggi ditemukan pada musim timur dan terendah pada musim peralihan 1. Jumlah total thermal front setiap tahun ditemukan maksimum pada tahun 2015 dan minimum pada tahun 2019. Variabilitas annual (ENSO dan IOD) memberikan dampak terhadap jumlah kejadian thermal front, namun untuk kebutuhan analisis perlu disesuaikan terhadap periode pengamatan dari variabilitas tersebut. Thermal front persisten di Selat Malaka dapat terjadi pada rentang 1-5 kali pengulangan pada lokasi yang sama. Lokasi thermal front persisten lebih sering terjadi di wilayah utara selat dan/atau pada wilayah dengan perubahan kedalaman yang signifikan.Kata kunci: Selat Malaka, suhu permukaan laut, thermal front

    MANGROVE FOREST CHANGE IN NUSA PENIDA MARINE PROTECTED AREA, BALI - INDONESIA USING LANDSAT SATELLITE IMAGERY

    Get PDF
    Nusa Penida, Bali was designated as a Marine Protected Area (MPA) by the Klungkung Local Government in 2010 with support from the Ministry of Marine Affairs and Fisheries, Republic of Indonesia. Mangrove forests located in Nusa Lembongan Island inside the Nusa Penida MPA jurisdiction have decreased in biomass quality and vegetation cover. It’s over the last decades due to influences from natural phenomena and human activities, which obstruct mangrove growth. Study the mangrove forest changes related to the marine protected areas implementation are important to explain the impact of the regulation and its influence on future conservation management in the region. Mangrove forest in Nusa Penida MPA can be monitored using remote sensing technology, specifically Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) from Landsat satellite imagery combined with visual and statistical analysis. The NDVI helps in identifying the health of vegetation cover in the region across three different time frames 2003, 2010, and 2017. The results showed that the NDVI decreased slightly between 2003 and 2010. It’s also increased significantly by 2017, where a mostly positive change occurred landwards and adverse change happened in the middle of the mangrove forest towards the sea

    Karakteristik Pasang Surut di Teluk Jakarta Berdasarkan Data 253 Bulan

    Get PDF
    Pengetahuan mengenai kondisi pasang surut di Indonesia sangat penting sebagai pengukuran, analisis, dan pengkajian data muka air laut untuk berbagai kegiatan yang berhubungan dengan pantai maupun laut seperti pelayaran antar pulau, pencemaran laut, pengelolaan sumber daya hayati perairan atau pertahanan nasional, serta pembangunan konstruksi teknik sipil. Data yang digunakan adalah data pasang surut dan Peta Rupa Bumi Indonesia. Pengolahan data menggunakan perangkat lunak Microsoft Office Excel 2007 untuk pengolahan metode admiralty sedangkan Matlab R2014a pengolahan metode least square untuk menghasilkan komponen harmonik pasang surut. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tinggi muka pasang surut selama Bulan Maret 2018 mempunyai nilai elevasi MSL sebesar 1,91 meter ; elevasi MHWL sebesar 2,54 meter dan elevasi MLWL sebesar 1,27 meter. Sementara tinggi muka pasang surut selama Januari 1984 hingga Desember 2004 memiliki nilai tahunan berturut – turut sebagai berikut MSL sebesar 1,9482 meter; MHWL sebesar 2,8129 meter; dan nilai MLWL sebesar 1,0835 meter, sedangkan pada elevasi bulanan mempunyai elevasi MSL sebesar 1,9596 meter; MHWL sebesar 2,8057 meter; MLWL sebesar 1,1135 meter. Berdasarkan hasil analisis nilai formzahl dan tipe pasang surut dengan dua metode (Admiralty dan Least Square) pada Bulan Maret 2018 yaitu pada metode admiralty tipe campuran cenderung tunggal mempunyai nilai formzahl sebesar 2,6786, sedangkan untuk metode least square mempunyai nilai formzahl sebesar 3,7864 yang diklasifikasikan sebagai tipe pasang surut tunggal. Pada Januari 1984 hingga Desember 2004 metode admiralty mempunyai tipe pasang surut tunggal yang mempunyai bilangan formzahl sebesar 3,6924, sedangkan pada metode least square tipe pasang surut tunggal dengan nilai formzahl sebesar 4,655

    Quantitative Comparison of Algorithms for Estimating the Air-sea Exchange of Carbon Dioxide in Malacca Straits

    Get PDF
    A precise quantification of the sea surface partial pressure of carbon dioxide (pCO2(water)) at the water surface is required in order to define the role of the sea in air-sea exchange of CO2. Even though the pCO2(water) can be measured directly, the semi-empirical model has seen numerous application in determining the pCO2 (water) due to a time-and cost-efficient. This study aims to compare the pCO2 and FCO2 (Flux of CO2) calculated using Zhai and Zhu algorithm with the underway datasets of pCO2 obtained during the scientific cruise of CISKA-SPICE III in April 2013. The partial pressure of CO2 (pCO2) was measured using a high-accuracy electrochemical instrumentation underway HydroC/CO2 FT (flow through) with an error ±1 μ atm. Furthermore, in order to calculate the pCO2 and the FCO2 employing widely used algorithms, some data were needed including wind speed, sea surface temperature and chlorophyll-a extracted from MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer). According to the results obtained, the difference between the pCO2 and FCO2 derived from those two algorithms are significant. The underway datasets of pCO2 are ranging from 409.52-544.01 µatm. Meanwhile, the pCO2 derived using the Zhai algorithm and Zhu algorithm are between 405.003–422.79 µatm and 398.94-752.06 µatm respectively. The FCO2 are varied between 0.02–0.06 molC.m-2.day-1 (Zhai algorithm), 0.02-0.57 molC.m-2.day-1  (Zhu algorithm) dan 0.04-0.23 molC.m-2.day-1 (the underway datasets). A comparison of the two results reveals that pCO2 derived using Zhai algorithm is closer with the underway datasets compared with the result of pCO2 calculated using Zhu algorithm with the MRE (Mean Relative Estimation Error) as large as 19.4% and 39% respectively. Taken together, these results suggest that the Zhai algorithm is more appropriate to determine algorithms for estimating the air-sea exchange of carbon dioxide in the Malacca Straits. Keywords: carbon dioxide, Malacca Straits, pCO2, FCO2, Zhai and Zhu algorith

    Pemodelan Pola Arus Barotropik Musiman 3 Dimensi (3D) Untuk Mensimulasikan Fenomena Upwelling di Perairan Indonesia

    Get PDF
    Pemodelan arus barotropik musiman tiga dimensi dilakukan untuk mensimulasikan fenomena upwelling di Perairan Indonesia. Pemetaan upwelling berguna sebagai tahap awal dalam mengetahui  daerah potensial penangkapan ikan. Model hidrodinamika yang digunakan dalam studi ini adalah finite volume. Skenario model berupa domain dalam sepuluh lapisan kolom air (equidistant) dengan pembangkit arus berupa angin dan pasang surut. Gaya coriolis dimasukkan dalam perhitungan karena model memiliki domain yang luas. Simulasi dilakukan untuk Januari, April, Agustus dan Oktober 2007. Pola arus tiga dimensi (u, v, w) dan elevasi setiap jam didapat sebagai keluaran. Komponen positif arus vertikal, w, dirata-ratakan sepanjang bulan per elemen kolom air, kemudian di-plot menjadi peta upwelling. Pola arus hasil simulasi dapat menggambarkan eksistensi Halmahera Eddy, Mindanao Eddy, South Java Current, Coastal Kelvin Wave (diduga) dan Arus Lintas Indonesia. Validasi yang baik ditunjukkan dengan RMS error elevasi relatif rendah, pada dua stasiun buoy DART di wilayah studi, yaitu 5,8542x10-2m – 1,1735x10-1m. Upwelling pada Musim Barat terjadi di Indonesia Timur (perairan Busur Banda, Laut Maluku, Laut Seram, Selat Ujung Pandang, Teluk Tomini, Teluk Tolo, Teluk Bone). Upwelling mulai muncul di selatan Jawa, sedangkan di Indonesia Timur menjadi berkurang pada Musim Peralihan I. Pada Musim Timur, upwelling mulai muncul dari selatan Jawa sampai barat Sumatera Barat dan menguat di Indonesia Timur. Pada Musim Peralihan II, upwelling meluas ke arah barat sampai perairan Pulau Simeuleu, sedangkan di Indonesia Timur berkurang dibandingkan Musim Timur

    Hubungan variabilitas mixed layer depth kriteria ∆T=0,5 oC dengan sebaran tuna di Samudera Hindia bagian timur

    Get PDF
    Abstract. The Indian Ocean has an important role in the variability of aquatic ecosystems including fisheries resource. This study was conducted to determine the relationship between Mixed Layer Depth (MLD) criterion ∆T = 0.5 oC and distribution of tuna in the Eastern Indian Ocean. The study area was situated in the Eastern Indian Ocean at the coordinate 100 – 120oE dan 5 – 20oS. The data MLD criterion ∆T = 0.5 oC as well as data distribution and tuna catches which processed in the seasonal period were used in this study. Visualization result showed that the variation of MLD based on the depth value was inversely related to MLD variation based on temperature. MLD variations indicated that the depth of the shallowest MLD on the West Monsoon and deepest on the East Monsoon, while the highest temperature of MLD was recorded in Transitional Monsoon 1 and the lowest in Transitional Monsoon 2. The most widespread distribution of tuna were in Eastern Monsoon and the narrowest in Transional Monsoon 1. MLD variation relations with tuna catches have seen fairly high correlation of Pearson correlation value of 0.891 for tuna catches with depth MLD correlation and -0.927 for tuna catches correlation with temperature MLD.Keywords : Mixed Layer Depth (MLD); ∆T = 0.5 oC; Temperature; Depth; TunaAbstrak. Samudera Hindia merupakan salah satu perairan yang memiliki peranan penting dalam variabilitas ekosistem perairan termasuk didalamnya sumberdaya perikanan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan Mixed Layer Depth (MLD) kriteria ∆T = 0,5 oC dengan sebaran Tuna di Samudera Hindia bagian Timur. Wilayah kajian penelitian ini adalah perairan Samudera Hindia bagian Timur dengan koordinat 100 – 120oBT dan 5 – 20oLS. Data yang digunakan adalah data MLD kriteria ∆T = 0,5 oC berdasarkan suhu dan kedalamannya, serta data sebaran dan tangkapan Tuna yang diolah dalam periode musiman. Hasil visualisasi menunjukkan bahwa variasi MLD berdasarkan kedalaman memiliki nilai berbanding terbalik dengan variasi MLD berdasarkan suhu. Variasi MLD menunjukkan bahwa kedalaman MLD paling dangkal berada pada Musim Barat yakni berkisar antara 22 – 60 dbar dan paling dalam berada pada Musim Timur dengan nilai berkisar antara 60 – 100 dbar, sedangkan suhu MLD tertinggi berada pada Musim Peralihan 1 yakni 28,5 – 29,5 oC dan terendah pada Musim Peralihan 2 dengan nilai berkisar antara 23 – 29 oC. Sebaran Tuna paling luas berada pada Musim Timur dan paling sempit berada pada Musim Peralihan 1. Hubungan variasi MLD dengan hasil tangkapan Tuna memiliki korelasi cukup tinggi yang terlihat dari nilai korelasi Pearson sebesar +0,891 untuk korelasi tangkapan Tuna dengan kedalaman MLD dan -0,927 untuk korelasi hasil tangkapan Tuna dengan suhu MLD.Kata kunci : Mixed Layer Depth; ∆T = 0,5 oC; Suhu; Kedalaman; Tun

    Sebaran nutrien, intensitas cahaya, klorofil-a dan kualitas air di Selat Badung, Bali pada Monsun Timur

    Get PDF
    Abstract. Badung Strait generally have nutrient distribution patterns influenced by Sea-atmosphere interactions. The waters of the Lombok Strait is also branching traversed by Indonesian Throughflow (ARLINDO), which will be followed by Indonesian Throughflow variability of sea surface temperature changes. The distribution of nutrients is closely related to light intensity to produce primary productivity. The purpose of this research was conducted to determine the distribution of nutrient concentration and light intensity and chlorophyll-a in Badung Strait during Southeast Monsoon (June 2014). The variables investigated are the concentration of nitrate, phosphate, ammonia, light intensity and chlorophyll-a. The results showed the average value of the concentration of nitrate, phosphate and ammonia at 0.01106 mg/L, 0.01 mg/L and 0.13475 mg/L. The average value of the light intensity at 272.8775 W/m2 and the average value of chlorophyll-a concentration of 0.40925 mg/L. The visualitation images show that there is homogeneus pattern for the phosphate concertration and konvergen patterns for the other paramaters. It is cause of physical parameters influence when obtain the waters sample. Based on the result, it can be conclude that the waters productivity of Badung Strait, Bali is in good condition. The role of other water quality parameters such as temperature, salinity and dissolved oxygen also supports fertility waters.Keywords: nutrients; light intensity; chlorophyll-a; water quality; Badung StraitAbstrak. Perairan Selat Badung secara umum merupakan perairan yang memiliki pola sebaran nutrien yang dipengaruhi oleh interaksi Laut-Atmosfer. Perairan tersebut juga merupakan percabangan Selat Lombok yang dilalui oleh ARLINDO (Arus Lintas Indonesia), dimana variabilitas ARLINDO akan diikuti oleh perubahan suhu permukaan laut. Sebaran nutrien tersebut berkaitan erat dengan intensitas cahaya untuk menghasilkan produktivitas primer. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran konsentrasi nutrien, intensitas cahaya dan klorofil-a di perairan Selat Badung pada Monsun Timur (Juni 2014). Variabel yang diamati berupa konsentrasi nitrat, fosfat, ammonia, intensitas cahaya dan klorofil-a. Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata konsentrasi nitrat, fosfat dan ammonia sebesar 0,01106 mg/L, 0,01 mg/L dan 0,13475 mg/L. Nilai rata-rata intensitas cahaya sebesar 272,8775 W/m2 dan nilai rata-rata konsentrasi klorofil-a sebesar 0,40925 mg/L. Hasil visualisasi menunjukkan adanya pola yang homogen untuk konsentrasi fosfat dan pola konvergen untuk parameter lainnya. Hal ini diduga karena adanya pengaruh parameter fisika pada saat pengambilan sampel air. Namun secara umum, berdasarkan data yang diperoleh dapat dikatakan bahwa tingkat kesuburan perairan Selat Badung, Bali dalam kondisi yang baik. Peranan parameter kualitas perairan lainnya seperti suhu, salinitas dan oksigen terlarut juga mendukung tingkat kesuburan perairan.Kata kunci: nutrient; intensitas cahaya; klorofil-a; kualitas air; Selat Badun

    INDEKS KEBERLANJUTAN SUMBER DAYA LAUT DAN PESISIR DI LOKASI REKLAMASI TELUK BENOA BALI

    Get PDF
    Reklamasi menjadi sebuah topik yang hangat dan sensitif di Indonesia dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Argumentasi berkembang mengingat konflik kebutuhan ruang untuk kepentingan ekonomi makro, sementara pada lokasi yang diinginkan telah banyak aktivitas ekonomi mikro dan sosial masyarakat sebelumnya. Pemerintah sebagai regulator mengatur kegiatan reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil melalui Peraturan Presiden 122/2012. Secara norma regulatif reklamasi tersebut adalah upaya restorasi atau upaya meningkatkan manfaat terhadap sumber daya lahan yang sudah tidak memiliki nilai ekonomi dan nilai ekologi, pelaksanaannya pun tidak menimbulkan konflik sosial. Reklamasi seharusnya bertujuan untuk meningkatkan manfaat sumber daya lahan untuk dimanfaatkan oleh masyarakat. Riset ini bertujuan untuk mengetahui keberlanjutan sumber daya laut dan pesisir di Teluk Benoa manakala dilakukan reklamasi. Penilaian keberlanjutan didasarkan kepada 4 dimensi: lingkungan, sosial, ekonomi, dan pemanfaatan ruang laut. Penyusunan indeks menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode Multi-dimensional Scaling (MDS), dengan uji signifikansi Monte Carlo, dan uji sensitivitas setiap atribut dimensi. Hasil analisis secara multi-dimensi memperlihatkan bahwa reklamasi Teluk Benoa adalah tidak/ kurang berkelanjutan (43,15%). Apabila ditelaah indeks masing-masing dimensi maka: pemanfaatan ruang laut (27,05%), ekonomi (44,313%), sosial (49,79%), lingkungan (49,88%). Pemanfaatan ruang laut di Teluk Benoa memerlukan intervensi kebijakan pemerintah lebih lanjut untuk menghindari konflik sosial dengan masyarakat dengan menegakkan regulasi penataan ruang laut. Pemerintah daerah dalam perencanaan pemanfaatannya untuk mendapatkan PAD harus melibatkan para tokoh masyarakat. Kelestarian lingkungan perairan Teluk Benoa juga tetap harus dijaga, terutama masalah sedimentasi harus dikendalikan karena dapat berdampak kepada sumber daya ikan
    • …
    corecore